TELUSURI RUMAH KE RUMAH, MAHASISWA KKN BANTU PEMERINTAH DESA DATA ANAK TIDAK SEKOLAH
Desa Glagahwero, Kecamatan Kalisat, Kabupaten Jember. Suasana pagi di Desa Glagahwero tampak berbeda pada pertengahan Juli 2025. Sejumlah mahasiswa dengan rompi dan atribut KKN tampak berjalan menyusuri gang-gang kecil, memasuki pekarangan rumah warga, dan berbincang akrab dengan keluarga setempat. Mereka adalah mahasiswa KKN Kolaboratif 2025 yang tergabung dalam program pengabdian lintas kampus dan lintas bidang keilmuan. Dalam beberapa hari terakhir, mereka tengah menjalankan sebuah misi penting: melakukan pendataan terhadap anak-anak tidak sekolah (ATS) yang tersebar di seluruh wilayah desa.
Program ini merupakan bagian dari kerja sama antara mahasiswa KKN Kolaboratif dan Pemerintah Desa Glagahwero, dalam rangka mendukung kebijakan Dinas Pendidikan Kabupaten Jember yang berfokus pada pendidikan inklusif dan penguatan perlindungan sosial anak. Melalui program ini, mahasiswa tidak hanya bertugas melakukan sensus, tetapi juga membantu proses verifikasi dan validasi data anak-anak usia sekolah yang saat ini tidak mendapatkan layanan pendidikan formal.
Langkah ini juga sejalan dengan komitmen global yang dituangkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya tujuan nomor 4: memastikan pendidikan inklusif dan berkualitas bagi semua serta mendukung kesempatan belajar sepanjang hayat. Dalam skala lokal, kegiatan ini juga menjadi bagian dari upaya peningkatan kualitas data berbasis desa yang sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan sektoral di tingkat kabupaten.
Misi Edukatif yang Humanis dan Kolaboratif
Sebanyak 12 mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi tergabung dalam kelompok KKN Kolaboratif yang bertugas di Desa Glagahwero. Mereka berasal dari latar belakang keilmuan yang beragam — mulai dari pendidikan, kesehatan masyarakat, ilmu sosial, ekonomi, hingga teknologi informasi dan membawa semangat pengabdian, kolaborasi, serta inovasi dalam setiap program kerja yang dijalankan. Salah satu program utama yang dilaksanakan adalah pendataan anak tidak sekolah. sebuah inisiatif strategis yang bertujuan mengurai akar permasalahan akses pendidikan di pedesaan.
Kegiatan ini tidak sekadar menggugurkan kewajiban program kerja. Setiap mahasiswa dibekali pemahaman mendalam mengenai pendekatan sosial, wawancara sensitif, dan metode observasi lapangan yang bertanggung jawab. Hal ini penting, mengingat permasalahan pendidikan sangat berkaitan erat dengan kondisi psikologis keluarga, ekonomi rumah tangga, hingga persepsi budaya terhadap pentingnya sekolah.
Proses pendataan dilakukan secara langsung ke rumah-rumah warga dengan pendekatan persuasif dan partisipatif. Para mahasiswa mendatangi satu per satu rumah tangga yang terindikasi memiliki anak usia sekolah namun tidak terdaftar dalam lembaga pendidikan formal. Kegiatan ini turut didampingi oleh perangkat desa setempat, khususnya kepala dusun di masing-masing wilayah RT/RW. Dengan membawa formulir pendataan, daftar nama indikatif dari Dinas Pendidikan, dan catatan dari desa, mahasiswa mulai menggali informasi secara menyeluruh.
“Kegiatan ini bukan hanya tentang mencatat nama dan umur anak, tapi juga menggali cerita di balik absennya mereka dari bangku sekolah. Kami ingin mengetahui secara utuh faktor-faktor yang menyebabkan mereka berhenti sekolah atau tidak pernah masuk sekolah sama sekali,” ujar Muhammad Alfan Humaidy, salah satu mahasiswa peserta KKN Kolaboratif dari Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Rekonfirmasi Data untuk Perencanaan Pembangunan Pendidikan yang Lebih Tepat Sasaran
Pemerintah Desa Glagahwero sebelumnya telah menerima data awal dari Dinas Pendidikan Kabupaten Jember terkait anak tidak sekolah yang ada di wilayah mereka. Namun, data tersebut masih bersifat indikatif dan perlu diverifikasi ulang agar akurat dan representatif. Di sinilah peran mahasiswa KKN menjadi sangat vital, yakni membantu desa dalam memastikan validitas data lapangan sekaligus menjadi penghubung antara pemerintah dan masyarakat.
Verifikasi langsung ke lapangan dilakukan dengan hati-hati dan penuh empati. Mahasiswa berupaya menjalin kedekatan emosional dengan keluarga yang mereka datangi, agar informasi yang diterima benar-benar mencerminkan realitas. Dengan menyimak penuturan para orang tua dan anak-anak sendiri, para mahasiswa bisa menyusun gambaran yang lebih menyeluruh tentang tantangan yang dihadapi oleh keluarga tersebut dalam mengakses pendidikan.
Selain mencatat data individu anak-anak, mahasiswa juga mencatat faktor lingkungan seperti akses jalan ke sekolah, keberadaan transportasi umum, dan kondisi sosial ekonomi di sekitar tempat tinggal. Semua ini dilakukan agar program pemerintah ke depan tidak hanya berbasis data, tetapi juga berbasis empati.